Kamis, 10 Juni 2010

4. KANTATA PASKAH

Kantata Paskah menyajikan kisah penderitaan, kematian sampai kebangkitan dan kenaikan Tuhan Yesus ke surga, maka pementasan Kantata Paskah ini hanya dilakukan pada bulan bulan dari hari Raya Jum’at Agung sampai hari peringatan Tuhan Yesus naik ke Surga, karena diluar itu kurang pas.

Kantata Paskah diawali dengan lagu “Haleluya Juru Selamat”, menceritakan kebesaran Kasih Tuhan Yesus Kristus yang dari Surga Mulia, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Pilipi 2 : 6-7)

Sepeti dinubuatkan oleh Nabi Yesaya (Yesaya 53 : 1-4), keselamatan itu tidak demikian mudah dimiliki oleh manusia berdosa : harus ada manusia yang tak berdosa untuk melalui jalan sengsara dan dikurbankan, mengucurkan darahnya guna menebus dosa seisi dunia.

Lagu “Bri ‘Ku Cerita Tentang Yesus” mengajak kita untuk mengingat kembali akan kebesaran Yesus dalam hidup-Nya yang hanya 33 tahun itu untuk berada diantara manusia, baik yang tua atau muda, bahkan anak anak kecil sekalipun, disegala bangsa untuk menebarkan kasih-Nya dan berkat-Nya yang luar biasa bagi mereka yang percaya kepada-Nya..

Melalui lagu “Kita Naik Ke Yerusalem” kita dibawa kepada perenungan kembali bahwa kita ini memang manusia yang bodoh dan bebal, yang tidak menyambut Kebesaran Kasih Yesus itu dengan suka cita, tetapi justru kita mengejek, menyesah, meludahi Yesus, bahkan kita telah membunuh-Nya..
Namun dapatkah kita menggagalkan karya Keselamatan Allah yang Maha Kuasa ?
Karena pada hari yang ketiga Allah telah membangkitkan Yesus dari kematian. Dialah Kristus Juruselamat yang telah mengalahkan maut, Puji Tuhan!

Mubaraklah Raja Israel, Hosana! Hosana Yang Maha Tinggi!.
Lagu “Mubaraklah Raja Israel” menggambarkan sifat manusia yang tatkala mempunyai keinginan dan maksud tertentu, menyambut Yesus demikian meriah, menyambut dan meng elu-elukan dan memuji-muji Yesus bagaikan seorang raja yang siap beperang, Manusia meninggikan DIA, memuliakan Nama Tuhan dan berharap Tuhan mau memenuhi keinginannya. Akan tetapi Yesus, Tuhan, adalah Allah Yang Maha Tahu, selalu mengerti apa dibalik hati manusia berdosa.

Lgu “Rumah-Ku Tempat Berdoa” menggambarkan betapa besarnya dosa manusia. Tuhan Yesus marah sebab Rumah Bapa-Nya yang disediakan sebagai tempat untuk berdoa dijadikan sarang penyamun.

Sungguhpun hati Yesus yang sedih, pedih, bahkan Yesus mengatakan “seperti mau mati rasanya”, tatkala para murid tertidur lelap, sementara Tuhan Yesus membutuhkan dukungan doa semua murid-Nya, sebelum DIA menjalani “via Dolorosa”. Demikian isi lagu “Malam Di Getsemane”. Sungguh Kebesaran Kasih-Nya sangat luar biasa. Walaupun jahat, manusia ditebusNya dari dosa mereka. Haleluyah, Terpujilah Sang Juru Selamat!

Lagu “Tengok ‘Ku Membawa Dia” mengajak kita merenungkan sifat manusia, yang jika sudah mempunyai satu keinginan seringkali menjadi gelap mata. Walaupun Pontius Pilatus dan Raja Herodes tidak mendapatkan apapun seperti yang dituduhkan kepada Yesus, apa lagi yang setimpal dengan hukuman mati, tetapi manusia begitu sadis dan brutal serta kejam telah memilih Barrabas, seorang pemberontak dan pembunuh untuk dibebaskan. Yesus yang hidupnya penuh kasih dan tak berdosa harus dihukum mati diatas kayu salib.

Selangkah demi selangkah dilaluinya jalan sengsara itu demi keselamatan manusia berdosa yang sudah menolak DIA. Beratnya salib diatas bahunya yang sudah lecet terkena cambukan bertubi-tubi, masih harus ditambah beban dosa manusia yang bertumpuk, demikian dilukiskan dalam lagu “Bagiku Sengsara-Nya”

Dari hati yang penuh kekecewaan dan kepedihan luar biasa menghadapi manusia manusia yang tidak tahu berterima kasih, keluarlah satu doa yang diucapkan dari mulut-Nya “Bapa, Ampunilah perbuatan mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”, yang dinyanyikan dalam lagu “Bapa Ampuni”

“Jika Ku Pandang Salib Mu” lagu selanjutnya yang mengajak kita untuk membuat suatu kesimpulan, bahwa jikalau Tuhan Yesus mati diatas kayu salib untuk menanggung segala dosa serta hukuman yang seharusnya kita tanggung sendiri, apakah artinya sekarang segala kemegahan bagi kita ? Apa arti segala harta yang kita mau perembahkan kepada Tuhan ? Sebaliknya mari kita membuang semua nafsu duniawi kita, serta mempersembahkan hidup, jiwa dan raga kita kepada Tuhan.

Maut dan kubur tidak berkuasa lagi atas Nya, diungkapkan dalam lagu “Kristus Hiduplah”. Memang Yesus-lah Juruselamat, yang telah dibangkitkan dan hidup, demikian pula bagi semua manusia yang mau percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamatnya.

Akhirnya lagu “Finale” mengungkapkan : Jika sangkakala berbunyi dan Yesus datang kembali untuk kedua kalinya, semua kita yang percaya akan disambut-Nya masuk ke surga trang , nyanyian berkumandang : Haleluya, Haleluya Juruselamat, Haleluya juruselamat, Haleluya ..Amin, Amin !

Dalam mengakhiri pementasan Kantata Paskah ini, dipersembahkan lagu : HALALUYAH CHORUS karya George Frederik Handel, sebagai saksi Kebesaran Kasih Yesus, yang juga dapat menjadi berkat bagi kita masa kini : “ sebab segala sesuatu adalah dari DIA, oleh DIA, dan kepada DIA; Bagi DIA-lah kemuliaan sampai selama lamanya!”
Tahun 1999 merupakan tahun I Kantata Paskah dipentaskan yang mengambil thema “Kebesaran Kasih Tuhan”, sebagai awal baru enam gereja yang mendapat giliran, maklum waktu yang terbatas dan perlu penyesuaian dengan program program masing masing gereja, dan keenam gereja yang kami maksud adalah:
- GKI Purwodadi
- GKI Karangsaru Semarang
- GKI Salatiga
- GKI Tegal
- GKI Gereformeerd Semarang
- GKI Beringin Semarang
Meski penampilan awal ini masih terdapat kekurangan kecil disana sini, namun secara keseluruhan hasilnya cukup bagus. Sebagai pimpinan pementasan Kantata Paskah
adalah Sdr. Jochanan Wijaya yang sekaligus menggubah kembali arangement lagu lagu, meski domisilinya di Surabaya. Beberapa rekan baik dari Magelang, Bandung, Jakarta maupun Surabaya juga ikut memperkuat tim dalam pementasan, karena kerinduannya untuk bersama memuji kebesaran nama Tuhan.

Pelayanan dalam tahun 1999 bukan hanya diisi dengan pementasan Kantata Paskah , namun diselingi pelayanan ke gereja gereja dengan lagu lagu pujian lain diluar Kantata Paskah.
Dalam bulan Agustus tahun 1999 ini terjadi pertemuan dengan Bp. Bill O’Brian pramakarsa dan pemimpin Kantata Jaya Wijaya Paskah tahun 1966 yang lalu atas prakarsa Bp. Yahya Kurnia Winatha. Juga mengundang beberapa gereja yang dulu ambil bagian dalam pementasan Jaya Wijaya Paskah . Dalam pertemuan ini Bp Bill O’ Brian mengemukakan gagasan untuk mementaskan Kantata Paskah ke-12 dengan naskah “Seven Last Words Of Jesus Christ” tahun depan (2000) sekitar bulan Maret-April. Perlu penjajagan terlebih dahulu karena melibatkan juga gereja gereja lain.

REUNI PS ELIATHA ke II
Enam tahun sudah sejak Reuni I PS Eliatha pada akhir tahun 1993. Program program pelayanan sudah dan sedang berjalan. Untuk lebih meningkatkan gairah pelayanan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai, pengurus menyelenggarakan Reuni ke II PS Eliatha pada akhir tahun 1999 dan tepatnya tanggal 31 Desenmber 1999 s/d 2 Januari 2000, di Wisma Elika Bandungan. Walau yang hadir tidak sebanyak Reuni ke I, namun cukup meriah. Selain Kebaktian, acaa diisi juga dengan ramah tamah dan permainan. Diharapkan dengan pertemuan kali ini akan menambah semangat dan mempererat hubungan antar anggota, serta meningkatkan semangat pelayanan pada masa masa mendatang.

Rabu, 09 Juni 2010

PS.ELIATHA - Tahun Tahun Awal

3. Pelayanan Tahun Tahun awal.

Awal awal pelayanan PS Eliatha setelah reuni belum begitu lancar, tahun 1994 s/d 1998 mengalami pasang surut, namun pelayanan tetap berjalan dengan mengisi puji-pujian dalam kebaktian- kebaktian di gereja gereja didalam kota Semarang atau di luar kota.
Didalam kota Semarang tercatat gereja gereja yang dilayani :
‘- GKI Karangsaru
‘- GKI Beringin
‘- GKI Genuk Indah
‘- GKI Peterongan
Sedangkan kota kota lain meliputi :
‘- GKI Sangkarah Solo
‘- GKI Ngupasan Yogyakarta
‘- GKI Pajajaran Magelang
‘- GKI Darmo Surabaya
‘- GKI Pasteur Bandung
‘- GKI Cibunut Bandung
‘- GKI Kepaduri Jakarta
‘- GKI Gunungsahari Jakarta
‘- GKMI Kudus.
Apa yang menjadi kebanggaan dan keunikan adalah apabila PS Eliatha mengadakan pelayanan disuatu kota, anggota dari kota lain dengan semangat yang tinggi ikut bergabung, luar biasa. Bila suatu saat PS Eliatha mengadakan pelayanan di kota Surabaya, maka beberapa anggota dari Jakarta maupun Bandung ikut bergabung.
Demikian juga bila misalnya PS Eliatha melayani dikota Jakarta , maka anggota baik yang di Bandung maupun yang ada di Surabaya ikut bersama melayani. Dan diantara rombongan yang berangkat tak ketinggalan suami, istri atau anak anak yang tidak tergabung dalam paduan suara ikut sebagai supporter. Demikian gambaran betapa kompak dan eratnya hubungan dan persaudaraan didalam pelayanan PS Eliatha.
Lalu bagaimana cara anggota yang dari luar kota untuk berlatih ? Untuk mereka sebelumnya telah dikirimi lagu lagu yang akan dinyanyikan untuk mereka pelajari. Dalam latihan malam sebelum tampil mereka tinggal menyesuaikan diri.
Pernah PS Eliatha mencoba berkolaborasi dengan PS Efrata dari GKI Peterongan, dan bersama berangkat ke Bandung untuk pelayanan Kebaktian di GKI Pasteur. Dan kebetulan saat itu bertepatan dengan hari Kemerdekaan RI, sehingga beberapa lagu yang dinyanyikan merupakan lagu lagu perjuangan.
Memasuki tahun 1999, setelah empat tahun melakukan pelayanan dengan berbagai hambatan, timbul wacana untuk mementaskan “Jaya Wijaya Paskah” yang pernah dipentaskan di Semarang dalam PS gabungan gereja gereja dibawah pimpinan Bill O’ Brian tahun 1966, di Aula Undip. Pada mulanya timbul keragu raguan apakah PS Eliatha sanggup menyelenggarakan acara tersebut, mengingat jumlah anggota yang kurang memadai, terlebih tidak semua anggota PS yang sekarang ada ikut dalam pementasan “Jaya Wijaya Paskah” waktu dulu. Memang jalan Tuhan, PS Eliatha memiliki anggota yang menguasai bidang musik, serta menyusun arrangement lagu lagu gerejani, adalah Sdr. Jochanan Wijaya. Kontak demi kontak dilakukan dan akhirnya Sdr. Jochanan yang berdomisili di Surabaya bersedia untuk penyusunan kembali arrangement naskah “ Jaya Wijaya Paskah”. Proses berjalan dengan lancar, meski Sdr. Jochanan harus berlelah bolak balik Surabaya-Semarang untuk menyesuaikan musik yang disusun, sementara dengan semangat dan tekad yang membara latihan terus dilakukan untuk penguasaan dan penjiwaan lagu lagu yang berjumlah 12 buah, yang berisi kisah karya penyelamatan Allah bagi manusia yang jatuh dalam dosa melalui Kristus Yesus. Lagu lagu yang memaparkan kehidupan, penderitaan dan kematianNya di kayu salib sampai kebangkitan dan kenaikanNya ke surga. Paduan suara harus siap untuk menyanyi sambil berdiri selama lebih kurang satu jam non-stop, mengingat kondisi tubuh anggota yang sudah berkurang, tapi dengan keyakinan penuh Tuhan yang akan selalu menopang. Maka akhirnya dengan berkat dan pimpinan Tuhan setelah beberapa bulan selesailah sudah penyusunan musik arrangement untuk memulai pementasan “Kantata Paskah” dengan thema “ Kebesaran Kasih Tuhan”.
Susunan lagu lagu yang dipersembahkan dalam pementasan Kantata Paskah berturut turut adalah :
1a. Haleluyah Juruselamat (Pilipi 2 : 6-7)
1b. Orang Sengsara (Yesaya 53 : 1-4)
2. B’ri Ku Cerita Tentang Yesus (Kisah Rasul 10 : 36-37)
3. Kita Naik Ke Yerusalem (Markus 10 : 32)
4. Mubaraklah Raja Israel (Yesaya 12 : 1, 12-13)
5. Rumahku Tempat Berdoa (Markus 11 : 15-17a)
6. Malam Di Getsemani (Matius 26 : 17+30)
7. Tengok Ku Membawa Dia (Yohanes 19 : 1-4)
8. Bagiku Sengsaranya (Yohanes 19 : 16-17)
9. Bapa Ampuni Perbuatan Mereka (Lukas 23 : 33-34)
10.Jika Ku Pandang Salib Mu (Lukas 23 : 46+49)
11.Kristus Hiduplah (Lukas 23 : 50.52,53)
12.Final (Matius 28: 16-20), (Kisah Rasul 1 : 9-11)
Setiap dari lagu yang dinyanyikan diawali dengan pembacaan narasi oleh dua orang narator bergantian yang diambil dari ayat ayat Kitab Suci yang mendasari isi lagu masing masing, dan Kantata Paskah ini ditutup dengan penyajian lagu Halleluyah Chorus karangan G.F. Handel.

PS.ELIATHA - Lahir Kembali

2. LAHIR KEMBALI

Paduan Suara Eliatha dalam kurun waktu sekitar 20 tahun seolah olah telah mati, karena memang secara organisasi sudah tidak ada, hanyut didalam perubahan waktu dan para anggotanya terbang hilang mengikuti kesibukan masing masing. Namun sebenarnya didada masing masing mereka telah tertanam suatu pengalaman yang paling indah didalam pelayanan mereka kepada Tuhan bersama dalam PS Eliatha, dan ini yang tak pernah hilang.
Sampai pada suatu saat, suatu hari ditahun 1993 mucul gagasan diantara beberapa eks anggota PS Eliatha yang berdomisili di kota Semarang untuk menyelenggarakan “Reuni” bagi seluruh eks anggota PS Eliatha. Gayung besambut, begitu diumumkan, datang sambutan yang luar biasa. Segera dibentuk Panitia Reuni dan mengirimkan Surat Pendaftaran ke setiap orang eks anggota PS Eliatha yang bisa dihubungi bukan saja yang bedomisili di Semarang tetapi juga yang berdomisili tersebar di kota kota lain di pulau Jawa diantaranya : Jakarta, Bandung , Surabaya, Jogja. Solo, Magelang, Ambarawa, Kudus, Pekalongan, Tegal, Cirebon, Indramayu dan Purbalingga. Ada juga yang berdomisili di luar Jawa yaitu di Jambi. Bahkan beberapa orang yang berada di luar negeripun dikontak diantaranya di Amerika, Belgia, Swiss dan Australia.
Menjadi kebanggaan tersendiri, ternyata sebagian besar eks anggota Eliatha ini di gereja dimana sekarang mereka masing masing sebagai anggota tetap aktif di Paduan Suara, dan sebagian besar mereka tetap setia memilih GKI dikota masing masing dimana mereka berdomisili. Ini pula yang menjadikan kemudahan untuk saling mengontak dan berhubungan.
Gagasan reuni akhirnya terwujud pada tanggal 30 – 31 Desember 1993, bertempat di gereja GKI Karangsaru Semarang, dihadiri sekitar 150 orang. Penuh keharuan, penuh kegembiraan dan keceriaan wajah wajah yang lama tidak saling bertemu, luapan kerinduan dan kenang kenangan puluhan tahun yang lalu di tempat yang sama, dimana mareka sama sama melayani dalam suka dan duka. Mereka saling berpelukan, bersalaman, bercerita dan diselingi canda tawa, saling bernostalgia. Tubuh mereka umumnya sudah berubah, tidak lagi seperti saat mereka masih remaja/pemuda, Yang pria banyak yang berubah menjadi gembrot , gendut tidak ceking kurus lagi, mungkin karena sekarang mereka punya uang sendiri, jadi banyak makan, demikian juga dengan kaum wanitanya tidak lansing seperti dulu lagi. Namun walau tubuh dan wajah mereka agak berubah dimakan zaman, mereka tetap saling mengenal satu sama lain. Mereka sebagian besar telah berkeluarga dan berputera, sebagian dari mereka, anta 7 – 8 pasangan adalah cinlok. Profesi mereka bermacam macam, ada yang menjadi pengusaha, sebagai karyawan, dokter, Pengerja gereja, Pendeta dan lain lain, kalau dulu mereka sebagian besar adalah siswa sekolah. Acara Reuni selain Kebaktian bersama, juga menyanyi bersama lagu lagu yang dulu pernah dinyanyikan, salah satu lagu yang kemudian dijadikan “Lagu Wajib PS Eliatha” yaitu lagu “KemurahanNya Yesus”, setiap anggota Eliatha wajib hafal lagu tersebut, kata katanya demikian :

KemurahanNya Yesus teramat heranlah
Tak dapat ku cerita tak dapat ku puja.
Susahku ditanggungNya dan aku bebaslah
Sungguh kemurahanNya Yesus, heranlah
Ref.:
Kemurahan Yesus amat heran, melebihi dalam lautan
Melebihi gunung tak ada bandingan
KemurahanNya lah bagiku, lah bagiMu
Tinggi dalamnya tidak dapat terduga ,
Melebihi dosa dosaku, ya dosaku
Oo, besarkanlah nama Tuhan Yesus, gloria.

Acara Reuni telah berakhir, awal dari suatu “Kelahiran Kembali” bagi PS Eliatha telah dimulai, lalu apa yang akan dilakukan setelah ini ?, apakah reuni hanya merupakan suatu “moment” untuk bernostalgia saja ? Ternyata tidak !!

Dari Reuni yang ke I ini telah membuahkan hasil berupa cita cita :
1. Menggiatkan pelayanan bersama dalam bidang paduan suara.
2. Membentuk Yayasan yang bergerak dalam bidang sosial.
Namun dalam perjalanan waktu cita cita untuk membentuk Yayasan yang bertujuan utama untuk membantu diantara para anggota yang mengalami hambatan sampai sekarang belum terwujud. Sedangkan tekad untuk kembali bersama melakukan pelayanan dalam bidang paduan suara segera dimulai dengan latihan latihan. Sekitar 30-40 orang anggota yang khususnya berdomisili di Semarang ambil bagian dalam kegiatan ini(sebenarnya masih banyak yang lainnya namun kaena kesibukan dan alasan lainnya mereka tidak/belum bergabung), dan dimulailah dengan mengambil arsip lagu lagu lama . Tempat latihan berpindah pindah antara GKI Karangsaru, GKI Beringin, GKI Peterongan atau di salah satu rumah anggota, dan waktu latihanpun belum tetap. Begitu besar dukungan serta api tekad yang bernyala, bahkan ada sepasang suami istri dari kota Magelang yang datang untuk ikut berlatih dan menyanyi yaitu rekanYusup Wibowo dan istri.
Semangat pelayanan tercetus dari hasil reuni yang menjadi semboyan PS Eliatha yang dihayati oleh setiap anggotanya :
“ Tidak ada istilah mantan bagi anggota paduan suara Eliatha, kami akan tetap memuji Tuhan sampai kelak berada di surga. Dan disana kami kan ikut dalam paduan suara besar, yang terus bernyanyi dan memuliakan nama Tuhan untuk selama lamanya.”

Sebagai catatan, bahwa diantara anggota Eliatha ternyata ada yang menjadi pendeta yaitu Sdr. Stefanus S.T., sebagai pendeta emeritus GKI Tegal. Beberapa orang menjadi istri pendeta, diantaranya : Ibu Tan Sian Lan sebagai istri Pdt.Emrt. A.L. Bintarto GKI Pekalongan , Ibu Elka Mellyana Subianto, istri Pdt.(Emrt) Jonathan Subianto GKI Samanhudi dan Ibu Rebecca Kusuma istri seorang pendeta salah satu gereja di Indramayu.
.

Selasa, 08 Juni 2010

Sejarah Eliatha

A UNIQUE CHURCH CHOIR



Paduan Suara ELIATHA

1. SEJARAH
Kalau saudara menyaksikan PS Eliatha dan memperhatikan personel personel-nya, maka saudara akan mengira bahwa PS Eliatha adalah Paduan Suara Lansia. Tidak salah pernyataan saudara. Memang para anggota PS Eliatha saat ini terdiri atas ibu ibu dan bapak bapak yang tidak muda lagi, bahkan sebagian dari mereka sudah dipanggil Opa dan Oma, alias sudah mempunyai cucu cucu. Lalu kapan mereka mulai bergabung menjadi anggota PS Eliatha ?, setahun, dua tahun atau sepuluh tahun yang lalu ?

Pada tahun 1959, kelompok Paduan Suara yang ada di Gereja Kristen Indonesia Karangsaru Semarang diberi nama Paduan Suara Eliatha. Para anggotanya terdiri dari muda mudi gereja yang gemar melayani dalam bidang nyanyian. Paduan suara ini beberapa kali berganti pemimpin dan melayani dalam Kebaktian Umum setiap hari Minggu atau event event tertentu misalnya Kebaktian Paskah atau Kebaktian Natal dan lainnya. Tercatat nama nama yang pernah memimpin paduan suara di GKI dari sejak berdirinya yaitu : Bp./Ibu Tan Hong Liang, Liem Djoen Nio, Tjan Hway Hoo, Liem Ban An, The Kian Kie, Siauw Hok Kie, Liem Hien Nio, Anna Lie, Oei Ping Hoo dan Usadi.

Perubahan terjadi sekitar tahun 1963, berkat dan kuasa Tuhan hadir,ketika PS Eliatha mendapatkan seorang pemimpin lulusan Tennese Temple College Amerika Serikat jurusan musik & ilmu jiwa yaitu ibu Debora Joshua atau yang dikenal dengan Elga Oey. Bukan hanya sekedar sebagai pemimpin dalam paduan suara, tetapi juga melatih olah vokal, memberi pelajaran cara bernyanyi dengan benar, dan menggembleng anggota yang mempunyai bakat dan minat menjadi kader kader conductor. Dengan disiplin yang tinggi serta didasari dengan motto diambil dari Mazmur 100:2 “Perbuatlah bakti kepada Tuhan dengan suka cita, datanglah kehadapan-Nya dengan sorak sorai, dengan menyanyi ramai ramai”. Hasilnya luar biasa, jumlah muda mudi gereja yang bergabung kedalam paduan suara bertambah tambah, dan kualitasnya meningkat.
Dan sampai hari ini, buah karya ibu Elga masih nyata, sekitar tujuh atau delapan orang didikan ibu Elga dapat mempimpin /menjadi pemimpin paduan suara di gereja mereka masing masing (sebagian masih aktif), dan mereka adalah :
- Sdr. Jochanan Widjaja , selain sebagai pemimpin PS Eliatha, juga seorang ahli musik yang mengaransir lagu lagu yang dinyanyikan PS Eliatha, serta aktif dalam pelatihan pelatihan. Berdomisili di Surabaya
- Sdr. Kristianto Widjaya (Tan Ngo Tjwan), pemimpin PS Eliatha serta melatih dan memimpin PS gereja, saat ini berdomisili sementara di Bali.
- Ny. Hendrata Santosa (So Kiem Oen) , memimpin PS Eliatha serta melatih dan meminpin PS di GKI Beringin Semarang.
- Istri Pdt. Emrt. A.L. Bintarto (Tan Sian Lan), memimpin PS di GKI Pekalongan
- Bp. Punardi Leksono (Lie Khing Poen), memimpin PS di GKI Peterongan Semarang
- Bp. Adi Rahardjo (Ie An Hauw), salah seorang memimpin PS di GKI Karangsaru Semarang.
- Yusup Wibowo (Tan Tjoei Kiem), berdomosili di Magelang
- Bp. Harun Kristian Hartanto (Tan Hing Khing), Berdomisili di Surabaya.
Banyak orang yang ikut terlibat dalam perjalanan sejarah PS Eliatha, baik sebagai pendukung, partisipant ataupun pemerhati dari saat pertama dibentuk yang sedikit banyak memberi dorongan bagi PS Eliatha untuk berkembang, tercatat nama nama : Alm.Bp. Titus Setiadji (Sie Kok Kie). Bp.Yahya K. Winata (Oei Kang Yan), Bp.B. Tedjorahardjo SH.(Mr.Tee Khik Siang), Bp. Hardjanto Nugroho (Go Hong Djwan), Alm.Bp.Endro Soaatmadja (Tan Tjiem Som), dan Alm. Sdr. Bhe Tjien Hian yang berjasa menciptakan logo PS Eliatha yang begambar kecapi, serta ketiga pendeta masa itu yaitu. Alm.Bp.Pdt. Soelaiman Bhudipranoto (Ds. Tan Kiem Liong), Alm. Bp.Pdt. Zacharia W.Susetya (Ds. Ie Hock Kwan) dan Pdt.Emrt. Samuel Dharmaatmadja (Ds. Nyoo Liang Sing). Kepada beliau beliau sepatutnya PS bersyukur dan beterima kasih sebesar besarnya.

Pada masa itu dibawah asuhan ibu Elga , PS Eliatha mengadakan konser vokalia lagu lagu daerah dan beberapa lagu lagu negera tetangga, bukan hanya dikota Semarang, tetapi juga ke beberapa kota lainnya. Di kota Semarang diadakan di Gedung Pertemuan Sukasari pada tanggal 23 – 24 April 1965. Pada kesempatan tersebut selain diisi dengan duet Ibu Elga dengan adik kandungnya Ibu Lia, juga mengikut sertakan soloist soloist Sdr. Na Kiem Hwie dan Sdr. Ming Ming. Adapun lagu lagu yang dipersembahkan pada konser tersebut :
- Untuk lagu lagu pujian :
Laskar Kristen Maju
Puji
Gloria
Rumah Tahan Banjir
Didalam Kasih Tuhan
Yang Mengharapkan Tuhan
Kalvary
Kepala Yang Berdarah
Yesus Dipaku Disalib
Yesus Kristus Bangkit
Hari Ini Yang Kudus
Haleluyah
- Sedangkan untuk lagu lagu daerah dan etnis :
Sakura
Ma Che Fu Tze Ke
Jaya Ho
Chitchirichit/ Leron Leron Sinta
Mabela Bimba/Perica/Los Carpinteros
Dari Sabang Sampai Merauke
Suwe Ora Jejamu
Saule
Potong Padi
Borero
O Inanikeke
Ala Tipang
Sigule Pong
Sing Sing So
Lorae Lorae
Yamko Rambe Yamko
Mari Pulang.

Dan pada tahun 1967, PS Eliatha sempat mengadakan tour pelayanan kebeberapa kota di Jawa Timur dengan semangat pemberitaan Injil, diantaranya melayani dalam upacara perletakan batu pertama pembangunan gedung gereja GKI Jombang, pelayanan pujian dan kesaksian di GKI Modjokerto, kemudian melayani di GKI ReSud Surabaya dan GKI Malang. Perjalanan menggunakan bus Komdak IX Jawa Tengah dan dikawal seorang anggota polisi adalah Bp. Kapten Pdt. Sumitro Siyo, maklum masa itu jalanan masih rawan setelah terjadinya G 30 S PKI.
Pada tahun 1966 yaitu tahun sebelumnya, PS Eliatha bersama dengan paduan suara-paduan suara sekota Semarang dalam rangka peringatan Paskah, bergabung dalam suatu paduan suara besar dengan jumlah personel sekitar 400 orang, mementaskan pagelaran agung “Jaya Wijaya Paskah”, menyanyikan 12 lagu yang menggambarkan kesengsaraan Tuhan Yesus sampai kepada kebangkitan dan kenaikanNya ke surga dibawakan secara berturutan. Pentas ini dipimpin oleh Bp. Pdt. Bill O’ Brian dari Gereja Baptis dan mendapat sambutan yang luar biasa serta menjadi berkat bagi jemaat gereja-gereja di Semarang pada waktu itu.
Kelak “Jaya Wijaya Paskah “ ini mengilhami PS Eliatha untuk berkarya dalam pelayanannya. Sepeninggal ibu Elga Oei tahun 1967, PS Eliatha tetap berjalan namun agak mengalami kemunduran. Terlebih dengan adanya rayonisasi GKI Karangsaru menjadi tiga Rayon yaitu GKI Rayon I Beringin, GKI Rayon II Karangsaru dan GKI Rayon III Peterongan sejak 1 Juli 1969. Kelak Rayon-Rayon ini bediri sendiri sendiri menjadi GKI Beringin, GKI Karangsaru dan GKI Peterongan. Dengan sendirinya anggota PS Eliatha terbagi bagi sesuai keanggotaan gereja mereka masing masing yang baru. Awalnya Paduan Suara diantara ketiga gereja tersebut ada yang masih menggunakan nama PS Eliatha, namun dalam perjalanannya nama PS Eliatha tidak dipakai lagi. Meski demikian eks anggota Paduan Suara Eliatha banyak juga yang tetap setia dalam pelayanannya dan menjadi anggota paduan suara di gereja mereka masing masing. Tak terkecuali, mereka yang telah pindah kelain kota karena menikah, karena alasan studi maupun mereka yang bekerja mencari nafkah. Suatu hal yang menjadi kebanggaan adalah, meski para eks anggota PS Eliatha tidak lagi berkumpul lagi dalam satu organisasi atau tidak bersama sama lagi dalam satu pelayanan, namun keakraban, rasa kebersamaan dan persahabatan diantara mereka tidak lenyap begitu saja. Ada saling kontak, bukan saja yang berada dalam kota, namun juga yang telah berdomisili dilain kota dan bahkan ada yang di luar negeri.